Dalam upaya membuat catatan waktu tercepat melintasi turunan curam dengan medan ekstrem di ajang kejuaraan Downhill, pemilihan ban sangat krusial. Hal ini terkait layout trek, kondisi lintasan dan tanah, maupun cuaca yang juga sangat menentukan.
“Kesalahan dalam pemilihan ban bisa mengakibatkan sepeda susah dikendalikan, atau pedaling menjadi berat,” buka Muhammad Abdul Hakim atau lebih akrab disapa Jambol, atlet downhill dengan prestasi bersinar di Kejuaraan Nasional Downhill, maupun Kejuaraan Asia MTB Series.
Untuk itu sebelum menentukan strategi pemilihan ban yang meliputi dry tire (ban kering), wet tire (ban basah), atau intermediate tire (ban medium) yang akan dipakai pada sesi seeding run atau kualifikasi hari Sabtu, dan final run hari Minggu, atlet downhill biasanya melakukan survey trek dulu yang biasa dilakukan sebelum official practice hari Kamis.
“Dari survey lintasan ini, kita akan mendapat gambaran jenis tanah pada lintasan yang harus dilalui. Apakah tanah jenis gembur, kering dan padat, atau basah,” jelas Jambol.
Dari sini atlet downhill ada gambaran jenis ban yang akan dipakai. “Misal untuk tanah basah, kita enggak bisa pakai ban basah, tapi ban intermediate yang lebih sesuai. Begitu juga ketika jenis tanahnya gembur kayak bubur. Pakai ban basah lebih cocok karena tanah enggak mudah nempel di ban. Beda lagi kalau jenis tanah kering atau padat. Ban kering lebih oke karena lebih ringan untuk pedaling,” jelentreh Jambol.
Ban basah, kering atau intermediate sendiri bisa dibedakan dari model kembangannya. Menurut penjelasan Jambol, ban basah kembangan lebih lancip dan tinggi, karena tujuannya untuk traksi ke tanah lebih kuat. “Sepeda lebih mudah dikontrol, meskipun berat untuk pedaling,” jelas Jambol.
Sementara ban intermediate hampir sama dengan ban basah, tapi kembangan lebih pendek, dan lebih mekar. “Ban jenis ini banyak dipilih karena lebih fleksibel dan adaptif dengan segala kondisi lintasan,” tutur Jambol.
Terakhir ban kering yang memiliki kembangan lebih pendek lagi dibanding ban intermediate. “Sengaja didesain ketika trek kering dan tanah padat, supaya sepeda bisa melaju lebih kencang, meskipun pengereman agak susah,” jelas Jambol.
Ditambahkannya, layout trek turut menentukan pemilihan ban. Apakah lintasan yang akan dihadapi berupa trek pedaling atau datar yang mengharuskan atlet downhill banyak melakukan kayuhan atau pedaling, ataukah lintasan high speed yang curam dengan banyak turunan, hingga trek negative section yang didominasi tanah miring.
Tak hanya jenis ban yang krusial dalam menentukan kecepatan. Tekanan angin pun turut berperan.
“Jika tekanan angin terlalu keras (di atas 30 – 35 psi), memang sepeda bisa melaju kencang, tapi lebih liar dan enggak nyaman,” kata Jambol yang biasanya mensetting tekanan ban belakang lebih keras ketimbang ban depan.
Untuk trek licin, tekanan angin sebesar 20 psi – 25 psi pada ban menurut Jambol lebih ideal dalam menjaga sepeda tetap stabil. Sementara pada kondisi trek ideal, tekanan angin normal dipatok pada kisaran 25 – 30 psi.
Dan karena perubahan cuaca bisa berganti setiap saat, maka setiap atlet downhill selalu membawa wheel set sebagai cadangan, sehingga memungkinkan dilakukannya perubahan strategi saat final run.
Nah bisa saja strategi pemilihan ban yang dilakukan atlet downhill saat kejuaraan ini menjadi pedoman bagi pemula sebelum berlatih. Tinggal dikonsultasikan dengan toko penjual ban. “Sebab masing-masing brand punya seri untuk ban basah, kering, maupun intermediate ini,” tutup Jambol. (BM)