Motor Dipakai Jumping Terus-Terusan, Apa Enggak Penyok Ya Peleknya?

Motor Dipakai Jumping Terus-Terusan, Apa Enggak Penyok Ya Peleknya?

Home » Stories » Motor Dipakai Jumping Terus-Terusan, Apa Enggak Penyok Ya Peleknya?
Boyo Maladi | 28 June 2021

Kejuaraan 76 Trial Game Dirt punya tujuh handicap atau rintangan yang variatif. Ada Jump Car berupa mobil sedan yang dilapisi papan di atasnya dan dilalui dengan jumping tinggi ke atas.

Kemudian Double Stepping berupa papan naik-turun setinggi 2,5 meter lengkap dengan tangga di bagian belakang sehingga harus hati-hati melewatinya.

Selain itu ada Giant Table Top, yakni papan naik-turun setinggi 3 meter dengan lebar papan 4-5 meter yang dibawahnya juga terdapat terowongan. Di bagian ini para peserta sering menunjukkan atraksi freestyle dengan melayang tinggi di udara.

Tak kalah menantangnya adalah Titian Kobra, rintangan berbentuk titian buatan yang menyerupai ular kobra. Titian Kobra dilengkapi dengan tangga papan di bagian akhir rintangan, yang menantang keseimbangan.

Sementara Cut Jump adalah sebuah papan yang akan membuat motor trail melayang, namun ketinggian papan ini hampir 2 meter, sehingga butuh skill saat landing agar tidak tergelincir saat mendarat.

Sama halnya dengan rintangan Superbowl Tong berupa deretan tong sepanjang lima meter dengan tinggi dua meter yang membutuhkan keseimbangan sempurna untuk melewatinya.

Terakhir, rintangan berupa Papan Titian. Meskipun terbilang cukup mudah untuk dilewati, tapi jika lengah sedikit akan berakibat tergelincir karena lebar papan hanya sekitar 30 cm.

Dari sini bisa dibayangkan, betapa kaki-kaki motor mendapat siksaan bertubi-tubi. Jadi wajar kalau ada yang bertanya, “Apa enggak penyok tuh peleknya?”

Pelek roda berfungsi sebagai dudukan ban pada kendaraan, sekaligus menopang beban kendaraan. Untuk itu, M. Zulmi merekomendasikan untuk sirkuit dengan tanah kering, gunakan tekanan 12 psi untuk ban depan dan belakang.

“Sementara kalau sirkuit basah, tekanan udara ban belakang dikurangi paling sedikit jadi 8 psi, sementara untuk ban depan bisa lebih keras, 10 psi atau dibuat sama 8 psi,” ujar arek Sidoarjo.

Menurut Zulmi, hal yang dikhawatirkan akan merusak pelek bukanlah rintangan yang tinggi. Tapi justru batu-batuan yang kadang bertebaran di sirkuit.

“Yang paling ditakuti itu sirkuit berbatu, bahaya karena bisa bikin ban gampang bocor, motor oleng dan jatuh, juga bisa saja batu lepas dan mengenai pembalap,” kata Zulmi.

Tambahnya, pelek jadi penyok setelah landing atau terjatuh jarang sekali terjadi.

“Ya liat dulu jatuhnya. Kalau sampai motor terbanting ya bisa aja, tapi sebenarnya musuh utama pelek itu ya batu-batuan itu,” tukas Zulmi.

Hal ini dibenarkan oleh Agha Riansyah, crosser nasional kelahiran Pasuruan,  8 Mei 1992 yang langganan mengikuti Trial Game Dirt.

Menurutnya, memang butuh trik khusus untuk menghadapi trek berbatu.

 “Tekanan udara dalam ban yang tepat memang sangat penting. Selain itu bisa juga dengan mengubah spek ban agar lebih tinggi, sehingga redaman bisa lebih maksimal,” papar Agha.

Agha mencontohkan, kalau ukuran standard ban 100/90, bisa ditinggikaan menjadi 110/100 untuk bagian belakang.

“Kalau untuk ban depan, tetap satu ukuran saja karena jarang penyok,” tunjuknya.

Selain karena batu-batuan, menurut crosser jawara FIM Asia Supermoto Class Superstock 2016 yang juga dikenal sebagai freestyler, pelek penyok bisa juga terjadi karena kesalahan pendaratan setelah jumping.

“Selama paham teknik landing yang benar aman-aman aja,” tutupnya. (BM)



MORE STORIES