Lebih Bahaya Mana, Motocross Atau Road Race?

Lebih Bahaya Mana, Motocross Atau Road Race?

Home » Stories » Lebih Bahaya Mana, Motocross Atau Road Race?
Boyo Maladi | 27 June 2021

Kami coba ajukan pertanyaan ini pada Gerry Salim, pembalap kelahiran 19 April 1997 asal Surabaya yang bernaung di bawah 76Rider Supermoto Squad.

Selain terjun di supermoto, Gerry telah lebih dulu malang melintang di ajang kejuaraan road race internasional.

Sebut saja, Asia Dream Cup (2013), All Japan Championship (2014 - 2015), Asia Talent Cup (2015), Asia Road Racing Championship SuperSport 600cc (2016) dan Asia Road Racing Championship AP 250cc. Selain itu dia juga mengikuti FIM CEV Moto3 Junior World Championship dan Red Bull Rookies Cup (2018), serta FIM CEV Moto2 (2019).

Bahkan tanggal 6 Juni 2021,  Gerry seharusnya mengikuti Asia Road Racing Championship (ARRC) Asia Superbike (ASB) 1000 di sirkuit Sepang, Malaysia. Namun Malaysia menjalankan lockdown karena lonjakan kasus penyebaran COVID-19, maka gelaran ini ditunda.

Ketika ditanya, Gerry langsung menjawab, “Motocross!”

Dan ketika ditanya alasannya, Gerry menjelaskan, antara motocross dan road race itu jauh berbeda, meskipun masing-masing punya tingkat kesulitan dan bahaya masing-masing.

“Motocross menggunakan trek tanah dengan banyak obstacle seperti table top, double jump dan lain-lain. Belum lagi tanah berbatu, pasir yang tebal, pokoknya banyak banget rintangannya,” kata Gerry.

Berbeda dengan road race atau balap aspal.(BM)

“Tantangannya hanya berupa adu nyali dengan top speed tinggi, kejelian menentukan racing line,” lanjut Gerrry.

Dari sini Gerry menyimpulkan bahwa motocross lebih banyak menguras tenaga dan skill, atau lebih sulit, sehingga memiliki potensi bahaya yang lebih tinggi ketimbang road race.

“Itulah kenapa pembalap road race pun harus berlatih motocross, atau olahraga off-road lain seperti flattrack, dan supermoto. Tujuannya ya untuk melatih skill ini, juga latihan adrenalin,” tandas Gerry.

Jawaban serupa juga dilontarkan Agha Riansyah, crosser nasional kelahiran Pasuruan, 8 Mei 1992 yang mengawali karier sebagai pembalap motocross sejak 2008. Selain itu, Agha adalah jawara FIM Asia Supermoto Class Superstock 2016 dan dikenal sebagai freestyler.

“Menurut saya motocross lebih bahaya sih ketimbang road race, meskipun menurut saya, semua jenis olahraga punya resiko masing-masing,” buka Agha.

Ditambahkannya, motocross tidak hanya mengandalkan kecepatan motor, tapi juga kemampuan pembalap dalam mengeksekusi obstacle atau hambatan yang variatif.

Namun demikian, ketika disinggung soal kasus kematian pembalap di road race yang jauh lebih tinggi ketimbang motocross, Agha tidak menampik fakta tersebut. Sebut saja belum lama ini, pembalap Moto3 asal Swiss, Jason Dupasquier yang meninggal dunia saat insiden kecelakaan di sesi kualifikasi GP Mugello, 30 Mei 2021 lalu.

Sebagai informasi, sejak MotoGP dilombakan tahun 1949, sejauh ini total ada 104 pembalap yang meninggal karena insiden selama gelaran. Wilayah Isle of Man yang juga termasuk venue dalam balap aspal lebih mengerikan. Tercatat 270 kematian sejak digelar 1910!

“Ya, seperti tadi saya katakan, setiap olahraga pasti punya potensi bahaya masing-masing. Di road race, misalnya, meskipun treknya berupa aspal mulus, tapi jangan lupa, kecepatan motor bisa di atas 300 km/jam,” ulas Agha.

Lanjutnya, pada kecepatan tersebut, ketika terjadi insiden maka apapun bisa terjadi.

“Utamanya benturan keras yang ditimbulkan, meskipun pakaian balap di road race, termasuk helm, sudah sedemikian canggihnya. Tapi tetap saja lebih banyak pembalap road race yang meninggal,” tutur Agha.

Sementara di Motocross, meskipun treknya lebih sulit, tapi kecepatan motor tidak sekencang road race. Dari sumber terpisah, M. Zulmi yang juga tergabung dalam 76Rider MX Squad pernah mengatakan, top speed di motocross itu enggak sampai 100 km/jam.

“Tergantung trek sih, tapi pengalaman saya, enggak kencang-kencang amat kok. Paling ya sekitar 80 – 90 km/jam saja. Itu udah paling kencang. Malah ancang-ancang untuk jumping saja cukup di 40 - 50 km/jam,” beber Zulmi.



MORE STORIES