Obstacle berupa turunan jadi kesempatan bagi pemain downhill untuk mencuri waktu di section tersebut, demi mendapatkan total time tercepat. Tapi awas! Justru karena terlalu bernafsu, kesalahan dalam melibas obstacle dengan sudut elevasi ekstrem bisa justru merugikan atau bahkan berbahaya.
Hal ini disampaikan duo atlet nasional downhill Khoiful Mukhib, dan M. Abdul Hakim atau lebih akrab disapa Jambol yang saat ini juga tergabung dalam 76Rider Downhill Squad.
“Menurut saya, obstacle dikatakan curam itu ketika sudut elevasi atau kemiringannya mencapai 60 – 70 derajat. Jika dilibas dengan sepeda, kecepatan bisa sampai 50 – 60 km/jam, atau bahkan sampai 70 Km/jam untuk trek curam di luar negeri. Untuk ukuran sepeda ini sudah termasuk kencang banget,” buka Mukhib sambil mengenang pengalamannya melewati obstacle curam yang ekstrem hingga 70 – 80 derajat sudut kemiringannya, di sebuah trek yang ada di Cina tahun 2017 silam.
Dalam kondisi seperti ini menurut Mukhib, pemain downhill tidak boleh gegabah dalam hal strategi. “Manfaatkan kesempatan melakukan observasi trek pada sesi track walk sebelum balap. Pemain downhill harus benar-benar jeli menandai obstacle yang ekstrem. Kapan dia harus kurangi speed agar tidak terjadi kesalahan dalam memilih obstacle. Apakah obstacle tersebut harus dihindari atau dilibas. Jangan sampai karena kejar waktu, terus bernafsu main high speed,” kata Mukhib.
Nah setelah memahami kondisi trek, terutama obstacle yang curam, dan berlatih melewati obstacle lain yang menghadang di depan seperti rock garden atau roots garden, tak kalah pentingnya adalah mengatur posisi tubuh yang tepat.
“Ketika high speed pada turunan ekstrem, posisi badan harus menunduk untuk kejar aerodinamis tidak menabrak angin, dan posisi badan juga harus condong ke belakang. Tujuannya untuk menarik titik pusat massa ke belakang supaya tidak mudah terjungkal ke depan,” kata Mukhib sambil menekankan pandangan mata harus fokus ke depan.
Jambol menambahkan, tak kalah pentingnya adalah posisi pedal dan kaki. “Posisi kaki atau pedal harus sejajar depan dan belakang. Jangan atas dan bawah. Tujuannya untuk menjaga kesimbangan kanan dan kiri, yang kadang juga dibutuhkan untuk kemudahan melakukan manuver,” imbuh Jambol.
Berikutnya adalah kemampuan mengontrol pengereman. Harus benar-benar paham bagaimana memainkan rem, terkait dengan porsi kekuatan pengereman.
“Rem depan jangan terlalu kuat. Menyesuaikan saja dengan rem belakang karena kita butuh roda depan sebagai kontrol kemudi. Sementara rem belakang juga harus tetap memperhatikan traksi roda, supaya jangan sampai kehilangan kendali. Barengi dengan teknik sliding ke kiri-kanan atau ngosek supaya roda belakang tetap dapat traksi ke tanah, sambil memastikan kita tidak keluar jalur,” jelentreh Mukhib sambil mengingatkan untuk amannya menjaga kecepatan sepeda pada 40 km/jam supaya tidak terlalu besar resikonya pada trek yang belum kita hafal benar.
Ditambahkan pula oleh Jambol, usahakan memposisikan jari tangan untuk terus memegang tuas rem. “Jadi ketika ada hal yang tak diinginkan seperti overspeed (terlalu cepat) atau keluar jalur, kita bisa langsung merespon dengan pengereman yang smooth. Bukan karena panik yang dikuatirkan membuat pengereman terlalu kuat.”
Baik Mukhib maupun Jambol sepakat, obstacle berupa turunan ekstrem ini tidak dijadikan alasan untuk mencuri waktu semata. Menambah kecepatan bisa dilakukan di bagian-bagian trek yang tak terlalu berisiko seperti pedaling.
“Paling penting adalah safety. Untuk itu, sesuaikan dengan porsi kita saat latihan. Yang penting tetap tenang, rapi, dan tidak melakukan kesalahan. Justru ini yang penting. Sebab kesalahan lah yang bikin kita emosi sehingga berusaha perbaiki waktu yang kita buang, tapi justru akhirnya terjatuh karena lose control,” tutup Jambol yang diamini Mukhib.(BM)